Andaikan Tak Ada Cermin
Kelihatannya sepele dan murah harganya, namun fungsi cermin/kaca sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Mobil atau motor tanpa dilengkapi cermin pun sangat merepotkan dan
membahayakan bagi pengemudinya.
Perempuan biasanya lebih banyak bercermin ketimbang laki-laki untuk bersolek mematut-matutkan diri. Setiap kesempatan setiap orang selalu ingin melihat potret dirinya lewat cermin. Hal itu dilakukan bukan saja di rumah, bisa jadi di luar rumah dan bahkan di tempat umum.
Pendeknya, ada naluri bawaan, setiap orang memiliki sifat cinta diri, selalu ingin memuji dirinya, dan disebut narsis jika berlebihan. Namun yang penting adalah bagaimana caranya agar kita bisa melihat potret diri nonfisik secara objektif dan benar, adakah pantulan bayangannya itu seindah yang kita harapkan ataukah sebaliknya? Potret diri dalam aspek kepribadian ini sangat penting diperhatikan terutama oleh seorang pemimpin, baik dalam ranah keluarga, perusahaan, maupun pemerintahan.
Untuk ini, agenda pertama adalah bagaimana menemukan atau menciptakan cermin sosial yang mampu memantulkan wajah kita seobjektif mungkin. Kedua, andaikan pantulan itu ternyata mengecewakan, akankah kita memperbaiki diri, ataukah –mirip pepatah lama– “buruk muka cermin dibelah”?. maka, untuk mengetahui karakter seseorang, salah satu cara termudah dengan menanyakan kesan dan penilaian orang-orang terdekatnya.
Orang-orang yang berada di sekeliling kita sesungguhnya
cermin hidup yang akan memantulkan karakter siapa diri kita. Kalau pantulan itu
buruk, kita benahi wajah kita sebagaimana ketika bercermin di depan kaca.
Masalahnya, kita seringkali enggan menerima pantulan wajah kita yang mungkin
tidak enak.
Akibatnya orang-orang di sekeliling kita
memantulkannya pada orang lain sehingga muncullah gosip dan cerita negatif
tentang kita. Ini tidak akan terjadi kalau saja kita membiasakan diri menerima
masukan dan kritik, atau bahkan secara sadar kita minta, sehingga persahabatan
berkembang baik dan sehat.
Pesan moral demokrasi sesungguhnya seperti itu. Manusia tidaklah sempurna sehingga diperlukan forum dan cara kritik yang terlembagakan agar kesalahan dan penyimpangan tidak kebablasan karena akan merugikan semua. Begitupun dalam kehidupan rumah tangga dan tempat kerja, mesti dibiasakan dialog terbuka untuk menyampaikan kesan, pesan, dan penilaian tentang diri kita masing-masing, layaknya kita selalu memerlukan cermin untuk melihat wajah sendiri.
Bukankah memperindah wajah kepribadian jauh lebih penting dan
utama
ketimbang paras muka?
Begitu banyak cara dapat ditempuh untuk mengetahui pantulan wajah
kita dari orang-orang sekeliling.
Ada lagi cara lain yaitu forum evaluasi bersama yang dilakukan dengan ikhlas dan jujur, semata untuk menciptakan kemajuan dan perbaikan bersama. Iklim keterbukaan ini sebaiknya juga dilakukan dalam kehidupan rumah tangga. Orang tua mesti mau mendengar apa kata anak-anaknya karena seringkali terjadi orang tua yakin merasa dirinya selalu benar di mata anak-anaknya, yang ternyata kadang meleset.
Dengan membiasakan dialog dan saling becermin, berbagai
konflik dan gosip akan terhindarkan dan sebaliknya justru menjadi masukan untuk
perbaikan bersama. Rasulullah SAW sabda:
الـمـرأة مـرأة لاخـيخ المومـن
Setiap orang itu sesungguhnya cermin bagi saudaranya. Cermin di sini bisa
bermakna positif atau negatif. Yang pasti, apa pun yang kita
lakukan akan terekam oleh orang-orang terdekat dan kemudian terpantul keluar.
Karena itu, sangat tepat nasihat Rasulullah yang lain:
“Sebaik-baik teman adalah yang mau menunjukkan pada jalan kebenaran, sekalipun
Kamu merasa pahit ketika dia menunjukkan kekuranganmu”.
Dalam kehidupan bernegara, cara kritik ini lalu dilembagakan dalam
sistem demokrasi. Salah satu agenda berdemokrasi adalah musyawarah, berasal
dari bahasa Arab, yang seakar dengan kata “isyarat” yang arti dasarnya
“menunjuk”.
Jadi dalam musyawarah semua peserta saling menunjukkan sisi
baik dan buruk dari sebuah keadaan dan kepemimpinan. Tujuannya untuk perbaikan
bersama, bukan didasari kebencian untuk mempermalukan atau menjatuhkan.
Formula ini oleh Alquran juga disebut “saling berwasiat” di
jalan kebenaran dengan disertai kesabaran. Watawashau bilhaqqi
watawashau bisshabri. Hendaknya kita saling memberi wasiat atau nasihat tentang
kebenaran dan kesabaran.●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar